Sunday, February 24, 2019

Masalah dan Latar Belakang Bimbingan Konseling





BAB I
PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang.
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia.  Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain. Khususnya bagi yang terakhir inilah bimbingan dan konseling sangat diperlukan. Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya.
Dengan mengenal dirinya sendiri, mereka akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada pada dirinya. Walaupun demikian, tidak semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya dan bantuan tersebut dapat diberikan oleh bimbingan dan konseling.
Pada kenyataannya, bimbingan dan konseling juga diperlukan, baik oleh masyarakat yang belum maju maupun masyarakat yang modern. Persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat modern sangat kompleks. Makin maju suatu masyarakat maka akan semakin kompleks persoalan-persoalan yang dihadapi oleh anggota masyarakatnya.

B.       Rumusan Masalah.
1.      Apa sajakah yang melatarbelakangi bimbingan dan konseling ?
2.  Apa sajakah masalah psikologis yang melatarbelakangi perlunya bimbingan dan konseling di sekolah ?
3.      Apakah problema yang muncul akibat sampingan gaya hidup modern ?
4.  Apa saja sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya ?
5.      Apa sajakah yang berkenaan dengan latar belakang agama ?
6.      Bagaimanakah latar belakang IPTEK ?

C.        Tujuan.
1.     Untuk mengetahui latar belakang bimbingan dan konseling.
2.    Untuk mengetahui masalah psikologis yang melatarbelakangi perlunya bimbigan dan konseling.
3.      Untuk mengetahui problema yang muncul akibat gaya hidup modern.
4.  Untuk mengetahui hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi social dan penyesuaian diri anatar budaya.
5.      Untuk mengetahui latar belakang agama.
6.      Untuk memahami latar belakang IPTEK.





BAB II
PEMBAHASAN

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bidang layanan yang perlu dilaksanakan di dalam program pendidikan. Kebutuhan pelaksanaan bimbingan dan konseling berlatar belakang beberapa aspek, yaitu aspek psikologis, sosial budaya, paedogis, agama dan IPTEK.

1.       Latar Belakang Psikologis.
Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik, merupakan pribadi-pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Siswa sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya dengan lingkungannya. Sebagai pribadi yang unik, terdapat perbedaan individual anatar satu siswa dengan siswa yang lainnya. Di samping itu, siswa sebagai pelajar senantiasa terjadi adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar.
Hal tersebut merupakan beberapa aspek psikologis dalam pendidikan yang bersumber dari siswa sebagai subyek didik dan dapat menimbulkan berbagai masalah. Timbulnya masalah-masalah psikologis menuntut adanya pemecahan melalui layanan bimbingan dan konseling.
Beberapa masalah psikologis yang merupakan latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah :

a.   Masalah Perkembangan Individu.
Sejak individu terbentuk sebagai suatu organisme yang terus tumbuh dan berkembang. Proses tumbuh dan berkembang yang berlangsung sangat cepat terutama namapak sejak lahir yaitu pada masa anak-anak, masa sekolah, masa remaja, dan masa permulaan dewasa. Tujuan proses pertumbuhan dan perkembangan adalah mencapai kedewasaan yang sempurna secara optimal.
Proses perkembangan dipengaruhi berbagai faktor, baik dari dalam diri individu maupun dari luar. Dari dalam dipengaruhi oleh faktor bawaan atau kematangan, sedangkan dari luar dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perkembangan akan menjadi baik kalau faktor-faktor tersebut saling mendukung dan saling melengkapi. Oleh karena itu harus ada asuhan yang terarah. Asuhan tersebut dengan melalui belajar yang disebut pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk lingkungan, bertanggungjawab dalam memberikan asuhan terhadap perkembangan individu. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu di dalam memperoleh penyesuaian diri sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Dilihat dari proses dan fase perkembangannya, para siswa berada pada fase masa remaja. Masa ini ditandai dengan berbagai perubahan menuju ke arah tercapainya kematangan berbagai aspek seperti biologis, intlektual, emosional, nilai-nilai hidup dan sebagainya.
Para siswa berada pada masa transisi dari akhir masa kanak-kanak dan memasuki masa remaja sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Dalam rentang masa transisi ini siswa akan mengalmi berbagai goncangan yang akan mempengaruhi seluruh pola-pola perilakunya. Maka secara langsung atau tidak, hal ini akan mempengaruhi proses belajar mereka di sekolah.
Maka sekolah mempunyai peranan yang penting dalam membantu siswa untuk mencapai taraf perkembangan melalui pemenuhan tugas-tugas perkembangan secara optimal. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan komponen pendidikan yang secara khusus membantu siswa dalam proses perkembangannya.

b.   Masalah Perbedaan Individu.
Keunikan dari individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik aspek jasmaniah maupun rohaniah. Timbulnya individu ini dikembalikan kepada faktor pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu meskipun pembawaannya sama.
Mengingat bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah perkembangan yang optimal dari setiap individu maka masalah perbedaan ini perlu mendapatkan prhatian dalam pelayanan pendidikan. Sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa dalam menghadapi masalah-masalah sehubungan dengan perbedaan individu. Dengan kata lain sekolah hendaknya memberikan pelayanan kepada para siswa secara individual sesuai dengan keunikan masing-masing. Usaha melayani siswa secara individual ini dapat diseleggarakan melalui program bimbingan dan konseling.

c.    Masalah Kebutuhan Individu.
Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemenuhannya kebutuhan ini sifatnya mendasarnya bagi kelangsungan hidupnya. Jika individu berhasil memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan belajar pada hakekatnya merupakan perwujudanusaha pemenuhan kebutuhan tersebut.
Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/ psikologis. Beberapa kebutuhan-kebutuhan yang harus kita perhatikan seperti yang dikemukakan oleh Maslow mencakup kebutuhan : fisiologis, rasa aman, cinta dan dicintai, harga diri, dan aktualisasi diri.

d.       Masalah Penyesuaian Diri.
Dalam proses pemenuhan kebutuhan dirinya, individu ditutut mampu menyesuaikan antar kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungannya. Pada kenyataannya proses penyesuaian diri ini banyak sekali menimbulkan berbagai masalah terutama bagi diri individu itu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, disebut “well adjusted” atau penyesuaian diri baik. Sebaliknya jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri tersebut disebut “maladjusted” atau salah suai.
Dalam hal ini, sekolah hendaknya memberikan bantuan agar setiap siswa dapat menyesuaikan diri dengan baik dan terhindar dari timbulnya gejala-gejala salah suai. Sekolah hendaknya menempatkan diri sebagai lingkunagnyang memberikan kemudahan untuk tercapainya penyesuaian diri yang baik. Gejala-gejala salah suai biasanya ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku yang kurang wajar atau sering disebut bentuk kelainan tingkah laku.  Pada umumnya mempunyai kecenderungan gagal dalam proses pendidikannya. Oleh karena itu, diperlukan usaha nyata untuk menanggulangi gejala-gejala tersebut. Disinilah peranan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan.

e.        Masalah Belajar.
Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan perbuatan inti. Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi diri pelajar maupun pengajar (guru). Beberapa masalah siswa misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar yang efektif, mempersiapkanujian atau ulangan, cara memusatkan perhatian (konsentrasi) belajar, cara belajar kelompok, dan lain sebagainya.
Sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu siswa agar merakaberhasil dalam belajar. Untuk itu sekolah memberikan bantuan kepada siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar. Disinilah letak pentingnya program bimbingan dan konseling untuk membantu mereka dalam keberhasilan belajar.

2.       Latar Belakang Sosial Budaya.
Semakin derasnya perubahan sosial dan makin kompleksnya keadaan masyarakat akan meningkatkan derajat rasa tidak aman bagi remaja dan pemuda. Kehidupan yang terlalu berorientasi pada kemajuan dalam bidang material (pemenuhan kebutuhan biologis) telah menelantarkan supraemperis manusia sehingga terjadi pemiskinan ruhaniyah dalam dirinya. Kondisi ini ternyata sangat kondusif bagi berkembangnya masalah-masalah pribadi yang terekspresikan dalam suasana psikologis yang kurang nyaman perasaan cemas, stress, perasaan terasing serta sering terjadi penyimpangan moral dalam sistem nilai.
Masalah yang muncul akibat sampingan gaya hidup modern adalah :
1.      Ketegangan fisik dan psikis.
2.      Kehidupan yang serba rumit.
3.   Kekhawatiran/kecemasan akan masa depan, mungkin tidak manusiawinya hubungan antar individu.
4.      Makin tidak manusiawinya hubungan antar individu.
5.      Merasa terasing dari anggota keluarga dan anggota masyarakat lain.
6.      Merenggangnya hubungan kekeluargaan.
7.      Terjadinya penyimpangan moral dan sistem nilai.
8.      Hilangnya identitas diri (Rusdi Muslim, Suara Pembaharuan, 9 Oktober 1993).
Atas dasar keadaan tersebut, sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang diberikan di sekolah, namun itu belum memadai dalam membantu siswa mengatasi berbagai permasalahan yang dialaminya dan menyiapkan siswa terjun dimasyarakat dengan berhasil. Oleh karena itu, sangatlah diperlukan adanya layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yang secara khusus diberi tugas dan tanggung jawab untuk memberi bantuan kepada siswa dalam memecahkan berbagai masalah, baik masalah belajar, penyesuaian diri, maupun masalah-maslah pribadi yang apabila dibiarkan akan menghambat tercapainya tujuan belajar siswa di sekolah.

3.       Latar Belakang Paedagogis.
Sesuai dengan kebiasaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha dasar untuk megembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN adalah “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa”.

4.       Latar belakang Sosial Budaya.
Merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial budaya yang melatar belakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu :
a.       perbedaan bahasa.
b.      komunikasi non-verbal.
c.       stereotype.
d.      kecenderungan menilai.
e.       kecemasan .
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. 
Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yang berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi. 
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya mengatakan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan latar belakang berlandaskan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman.
Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik. 

5.       Latar Belakang Agama.
Dalam landasan agama, bimbingan dan konseling diperlukan penekanan pada
3 hal pokok :
a) Keyakinan bahwa mnusia dan seluruh alam adalah mahluk Tuhan.
b) Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan  kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c) Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.

Latar belakang agama berkenaan dengan :

a)  Manusia sebagai Mahluk Tuhan.
Manusia adalah mahluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya bimbingan yang akan mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan tersebut pada hal-hal positif.

b) Sikap Keberagamaan.
Agama yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap keberagamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan iptek sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat.

c)  Peranan Agama.
Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri sehingga agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan agama sebagai pedoman hidup ia memiliki fungsi:
- Memelihara fitrah.
- Memelihara jiwa.
- Memelihara akal.
- Memelihara keturunan.
Faktor agama dalam bimbingan dan konseling yang lainnya adalah :
a. Individu sebagai makhluk Tuhan (fitrah sebagai khalifah dan hamba, homo religius).
b. Tantangan terhadap dimensi spiritualitas individu (dekadensi moral, budaya, hedonistik, penyakit-penyakit hati, dll).
c.  Pengaruh agama terhadap kesehatan mental. 

6.   Latar Belakang IPTEK.
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat multireferensial, artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Misalnya ilmu statistik dan evaluasi memberikan pemahaman dan teknik-teknik. Pengukuran dan evaluasi karakteristik individu, biologi memberikan pemahaman tentang kehidupan kejasmanian individu. Hal itu sangat penting bagi teori dan praktek bimbingan dan konseling.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Hal ini bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan teknologi jaringan tersebut tidak hanya mata kuliah atau bidang studi saja yang bisa memanfaatkan teknologi tinggi ini, melainkan hampir sebagian besar proses belajar mengajar termasuk BK (Bimbingan Konseling) atau Bimbingan Karier sudah bisa memanfaatkan teknologi tinggi ini.
Seperti kita ketahui bahwa saat ini BK belum dikatakan materi, sehingga tidak semua sekolah di Indonesia memberikan jam yang cukup untuk materi BK ini, karena berbagai alasan. Dengan demikian apakah dengan tidak tersedianya waktu yang cukup peran Guru BK akan berhasil? Siapapun pasti akan menjawab tidak. Dengan argumen apapun jika waktu yang tersedia tidak cukup atau tidak sesuai seperti yang diharapkan, maka jangan harap apa yang disampaikan bisa mengenai sasarannya. Oleh karena itu peranan teknolgi bisa menjawab kekurangan waktu tersebut. 
Salah satu tantangan guru BK yaitu dihadapi pilihan yang terus berubah (over choise). Para siswa sekarang lebih dahsyat lagi menerima pengaruh global. Kondisi ini menuntut guru BK tidak boleh ketingalan IPTEK.
Informasi dunia kerja, cara belajar dan menghadapi masalah sosial harus mampu diakses guru BK lewat berbagai cara. Sekolah ataupun lembaga wajib menyiapkan SDM calon guru BK agar kompetensinya relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Guru BK harus bisa menyelesaikan masalah di sekolah dan juga berperan di masyarakat maupun memecahkan masalah keluarga.Guru BK di sekolah harus berkreasi mengatasi tantangan masa depan anak-anak yang makin kompleks. Guru BK menjadi pendamping siswa guna membangun potensi, memotivasi belajar serta mencairkan faktor penghalang kemajuan siswa.
Terkait sasaran layanan makin kompleks, diperlukan pelayanan BK yang profesional. Salah satu syarat pekerjaan profesional itu adanya komitmen menerapkan keahlian. Lembaga ataupun sekolah harus selalu menyiapkan guru BK yang adaptif dengan perubahan iptek sehingga teori yang dipelajari relevan dengan tugas BK.
Dengan teknologi khususnya jaringan komputer baik Intranet maupun Internet proses belajar mengajar, proses interaksi antara konselor dan klien bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Dengan demikian peran teknologi tinggi dalam dunia pendidikan khususnya Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dan maksimal. 



BAB III
PENUTUP
A.   Simpulan.
Kebutuhan pelaksanaan bimbingan dan konseling berlatar belakang beberapa aspek, yaitu aspek psikologis, sosial budaya, paedogis, agama dan IPTEK.
Beberapa masalah psikologis yang merupakan latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah :
a) Masalah Perkembangan Individu.
b) Masalah Perbedaan Individu.
c) Masalah Kebutuhan Individu.
d) Masalah Penyesuaian Diri.
e) Masalah Belajar.

Faktor agama dalam bimbingan dan konseling yang lainnya adalah;
a. Individu sebagai makhluk Tuhan (fitrah sebagai khalifah dan hamba, homo religius).
b. Tantangan terhadap dimensi spiritualitas individu (dekadensi moral, budaya, hedonistik, penyakit-penyakit hati, dll).
c. Pengaruh agama terhadap kesehatan mental. 
   Hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : perbedaan bahasa, komunikasi non-verbal, stereotipe, kecenderungan menilai, kecemasan.

B.       Saran.
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Ada yang dapat mengatasi masalah sendiri tetapi juga ada yang memerlukan bantuan orang lain.
Kita sebagai guru SD diharapkan dapat membantu masalah-masalah yang timbul pada anak didik kita. Selain membatu mengatasi masalah, bimbingan dan konseling dapat membantu siswa untuk mengetahui bakat dan potensi dalam diri mereka.

No comments:

Post a Comment