Thursday, March 28, 2019

Pelayanan Bimbingan Konseling




ARAH PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING.


A.       Hakikat Pelayanan Bimbingan dan Konseling.
 Macam macam definisi bimbingan adalah sebagai berikut :
Stoops dan Wahlquist (1958: 3) mengemukakan “guidance is continuous process of helping the individual develop to the maximum of his capacity in the direction most beneficial to him self and to society.”(Bimbingan adalah proses bantuan yang berkesinambungan terhadap individu untuk mengembangkan kemampuan secara maksimal sehingga banyak bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat).

Menurut Mortensen dan Schmuller (1976: 3 ), “guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in terms of the democratic ideal.” (Bimbingan adalah bagian dari keseluruhan program pendidikan yang menyediakan kesempatan-kesempatan dan pelayanan khusus dari staf agar setiap individu dapat mengembangkan kemampuan dan kapasitasnya dalam bingkai cita-cita demokrasi).

Shertzer dan Stone (1981: 40) mengemukakan “Guidance is the process of helping individuals to understand themselves and their world” (Bimbingan adalah proses membantu individu untuk memahami dirinya sendiri dan dunianya).

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para pakar, dapat diidentifikasi hakikat pelayanan bimbingan sebagai berikut:
1.Pelayanan Bimbingan adalah Suatu Proses Berkelanjutan.
Hakekat bimbingan merupakan suatu proses berarti bimbingan itu dilaksanakan dalam suatu jangka waktu atau melalui suatu tahap-tahap atau langkah-langkah atau periode. Di samping waktu (periodically), hakikat bimbingan adalah kegiatan psikologis dan pendidikan (educational and psychological) yang menyangkut kejiwaan atau mental atau tingkah laku manusia sehingga memerlukan jangka waktu tertentu untuk mengubahnya. Bimbingan berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang objeknya adalah fisik atau alamiah. Memberi obat kepada organisme atau memberi pupuk atau mengubah benda-benda mati ke bentuk tertentu merupakan kegiatan yang memerlukan waktu sedikit bahkan sesaat. Sebaliknya, membuat seseorang memahami dirinya, mengarahkanya dan mewujudkan potensinya merupakan suatu proses, memerlukan waktu yang lama dan bertahap-tahap.
Oleh karena hakikatnya sebagai suatu proses maka 1) kegiatan bimbingan hendaknya didasarkan pada program yang terencana, 2) program itu dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan, tingkat kelas dan menggunakan pendekatan dan metode yang sistematis, 3) konselor tidak boleh mengharapkan perubahan tingkah laku yang instan atau cepat terjadi, 4) kegiatan bimbingan tidak hanya sekali melainkan beberapa kali sambil dikuti perubahan tingkah laku siswa atau konseli secara bertahap pula (follow-up).
2.  Pelayanan Bimbingan adalah Bantuan.
Hakekat kedua dari definisi bimbingan adalah bantuan. Aspek ini  merupakan aspek pokok dari definisi bimbingan. Bantuan adalah pemberian pertolongan dengan suka rela atau tidak memaksa orang yang dibantu menerima atau mengikutinya. Peran utama ada pada individu sendiri yang dibantu. Sifat bantuan dalam bimbingan dibatasi pada bantuan edukatif-psikologis, bantuan yang mendidik agar peserta didik dapat membantu dirinya sendiri bukan tetap bergantung pada konselor. Implikasi melaksanakan bantuan itu bisa berupa: konselor dengan sukarela membantu siswa memahami dirinya, menjelaskan cara belajar efektif, memberi informasi kepada siswa tentang peminatan, menyadarkan siswa tentang potensi dirinya, dan mendorong siswa mengambil keputusan yang benar dan bijaksana.
3.  Pelayanan Bimbingan itu Bersifat Individual.
Bimbingan atau bantuan itu diberikan kepada individu. Yang dimaksudkan dengan individu di sini adalah orang yang mempunyai kemampuan-kemampuan dan berpotensi untuk mewujudkannya. Dengan bimbingan yang menghargai perbedaan individual, seseorang dapat mewujudkan potensi pribadinya secara optimal.
Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, misalnya, konselor mengetahui bahwa tiap murid mempunyai inteligensi, bakat, minat, cita-cita yang berbeda-beda. Bimbingan tidak membuat mereka sama tetapi justru semakin membuat mereka berbeda dari yang lain atau semakin nyata keindividualannya karena terwujud potensi dirinya masing- masing. Biarlah si Johni Panjaitan jadi insinyur, Santi jadi dokter, Untung jadi tentara, Liong menjadi guru, Siti menjadi ahli hukum dan sebagainya.
4.  Pelayanan Bimbingan Memiliki Tujuan.
Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan. Sebagaimana terdapat dalam definisi-definisi, bimbingan bertujuan agar individu memahami dirinya, memahami dunianya. Berdasarkan pemahaman diri dan lingkungannya itu maka ia mengarahkan diri dengan tepat sehingga terwujud potensi dirinya. Pada gilirannya, Ia menjadi bahagia dan produktif, dan sejahteralh jiwanya. Tujuan ini merupakan tujuan akhir.
Bimbingan di sekolah lebih berupaya mencapai tujuan jangka pendek misalnya murid mengukur kekuatan dirinya: inteligensinya, kecerdasan emosinya, bakat dan minatnya serta prestasi belajar, latar belakang keluraga. Bertolak dari pemahaman diri yang konkret ini, ia merencanakan studi dan karier atau lebih operasional lagi adalah belajar dengan baik, memilih jurusan yang tepat, memilih cita-cita karier dan sebagainya. Diasumsikan ia akan berhasil dan merasa berbahagia dalam hidupnya.Sebagaimana pada definisi bimbingan, pada defisini konseling pun kita menggunakan definisi dari beberapa pakar yang tidak asing lagi bagi anda seperti berikut.
Burks dan Stefflre (1979: 14) mengemukan ”Counseling denotes a professional relationship between a trained counselor and a client. This relationship usually person-to- person, although it may sometimes involve more than two people. It is designed to help clients to understand and clarify their views of their life space, and to learn to reach their self determined goals through meaningful, well-informed choices and through resolution of problems and emotional or interpersonal nature.(Konseling adalah hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dan seorang klien. Hubungan ini biasanya individual meskipun terkadang lebih dari dua orang. Konseling didesain untuk membantu klien memahami dan menjernihkan pandangannya terhadap ruang lingkungan, dan belajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya sendiri, melalui pemahaman yang baik, memilih informasi yang baik dan memecahkan masalah-masalah emosional dan masalah-masalah yang bersifat hubungan antarpribadi).
Menurut ASCA (SCIARA, 2004: 22), “Counseling is confidential relationships which the counselor conducts with students individually and in small groups to help them resolve their problems and developmental concerns.” (Konseling adalah hubungan yang bersifat rahasia dalam mana konselor melakukannnya dengan siswa-siswa secara individual dan dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu mereka memecahkan masalah-masalah dan kerisauan-kerisauan dalam perkembangan mereka).
Berdasarkan definisi konseling tersebut dan definisi lain yang tidak dikemukakan di sini, dapat disarikan hakikat pelayanan konseling sebagai berikut :
1. Interaksi.
Interaksi berarti hubungan timbal balik antara konselor dan konseli baik secara langsung (face to face relationship) maupun dengan cara tidak langsung dengan menggunakan teknologi komunikasi (e-counseling). Sebenarnya interaksi konseling yang baik adalah interaksi primer yakni kontak langsung atau tatap muka antara konselor dan konseli sehingga ada kehangatan psikologis (warm). Dalam  kontak langsung  konselor  dan konseli dapat bersalaman, senyum, mengamati mimik, mendengar nada dan irama berbicara, lihat, berbicara, mengangguk atau menggeleng, sedih, menangis,  gembira, puas dan sebagainya. Namun, dengan perkembangan teknologi komunikasi, dan tidak perlu terikat oleh waktu dan tempat maka interaksi konseling dapat dilakukan secara sekunder yakni melalui e-counseling atau fasilitas internet lainnya.
2. Kegiatan professional.
Kegiatan proses konseling, pemilihan pendekatan, dan strategis konseling didasarkan pada teori. Demikian juga kegiatan profesional tersebut dilaksanakan oleh orang profesional (konselor) yang telah disiapkan, dididik, dilatih dalam waktu yang relatif lama oleh lembaga pendidikan tinggi terakreditasi. Seorang konselor harus mempunyai alasan mengapa ia menetapkan jenis pendekatan konseling dan strategi tertentu untuk klien tertentu pula, bukan yang lainnya. Bak membangun rumah, ia bukan tukang atau kuli melainkan perancang bangunan, model rumah, ukuran, kualitas bahan, komposisi beton, kesesuaian dengan iklim dan jenis tanah merupakan tanggung jawab profesional konselor.
3. Adanya masalah.
Berbeda dengan konsep bimbingan, salah satu ciri konseling adalah adanya masalah. Klien yang datang pada konselor biasanya mempunyai masalah tertentu. Namun masalah tersebut masih tergolong normal: masalah belajar, penyesuaian diri, pemilihan jurusan, rencana karier sehingga dapat dipecahkan konselor dan klien sendiri atau salah satu dari mereka, sedangkan masalah berat: psikosis, psikoneurosis, kriminal, dan sebagainya bukan otoritas konselor. Konselor berkewajiban menyerahkan klien itu pada lembaga atau pihak yang berkompeten.
4. Adanya penggunaan metode atau teknik.
Konseling diadakan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu. Konselor barangkali menggunakan pendekatan psikoanalisis, behavioral, analisis transaksional, terapi rasional emotive dan pendekatan-pendekatan lain. Setiap pendekatan biasanya mempunyai teknik–teknik khusus. Mislanya pendekatan psikoanalisis mempunyai teknik analisis mimpi, asosiasi bebas, interprestasi baik terhadap resistensi maupun transferensi. Namun dewasa ini, pendekatan konseling yang digunakan cenderung integratif.
Dalam konseling, konselor melakukan wawancara konseling bersama konseli.
Aspek-aspek dalam wancara konseling adalah sebagai berikut :
a. Wawancara merupakan teknik utama dalam konseling, melalui wawancara konselor dan klien bisa berdialog, melalui wawancara pula, konselor dapat mengetahui kerisauan-kerisauan klien, harapan-harapan klien, langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya, dan hasil yang telah dicapai. Teknik-teknik lain, tentu saja,  dapat disatukan dengan wawancara seperti observasi, pemahaman dansebagainya.
b. Tujuan. Berbeda dengan percakapan biasa, konseling selalu mempunyai tujuan. Tujuan yang ingin dicapai dalam konseling biasanya : a) memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya, b) mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi dirinya, c) mampu memecahkan masalahnya sendiri, d) terhindar dari kecemasan dan salah suai e) memiliki wawasan yang lebih realistis, f) mencapai taraf aktualisasi diri, g) memperoleh kebahagiaan dalam hidup.
c. Pengambilan keputusan ada pada tangan klien. Pada umumnya dianut bahwa keputusan dalam konseling ada di tangan klien. Namun demikian, kadang-kadang keputusan itu merupakan hasil keputusan bersama klien dan konselor. Bahkan klien yang tak mampu memecahkan masalah dan terlalu bergantung, konselor dapat mengambil keputusan. Namun dalam hal ini konselor hendaknya mempunyai tanggung jawab profesional terhadap keputusan itu.

B.   Dasar-dasar Pelayanan Bimbingan dan konseling.

Dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling terdiri atas landasan dan prinsip- prinsip sebagai berikut.

1.   Landasan Bimbingan dan Konseling.

2.   Landasan filosofis.

Landasan filosofis yakni pemikiran yang mendalam tentang hakikat manusia dan hubungannya dengan kebutuhan akan bimbingan dan konseling. Para filsuf merumuskan bahwa manusia adalah makhluk berpikir sehingga ia dapat memecahkan masalah dan membuat kebudayaan. Karena itu manusia adalah makhluk educandum, dapat  dididik dibandingkan dengan binatang yang hanya dapat didril atau dilatih. Atas dasar makhluk educandum maka manusia dapat dibimbing, jika tidak percuma saja semua pendekatan dan teknik-teknik bimbingan dan konseling.

3.   Landasan Religius.

Menurut Prayitno (1994), ada 3 hal pokok dalam landasan religius yakni:

1. Manusia sebagai makhluk Tuhan, yakni derajat manusia lebih tinggi dari makhluk Lain dan peranannya sebagai kalifah dimuk bumi khususnya memimpin dirinya sendiri;

2.Sikap keberagamaan. Sikap keberagamaan menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu kaidah-kaidah agama harus diresapi dan diamalkan sehingga ia berfungsi sebagai pembimbing perilaku akhlak manusia.

3.Peranan agama. Dalam hal ini bimbingan konseling memanfaatkan unsur-unsur agama dalam konseling.

4. Landasan Psikologis.

Landasan psikologis sesungguhnya adalah teori-teori tentang tingkah laku manusia dan hubungan dengan bimbingan dan konseling. Sebagaiana diketahui bahwa psikologi telah menghasilkan hukum-hukum pertumbuhan dan perkembangan manusia, hukum- hukum atau prinsip belajar, teori-teori kepribadian dan perubahannya, teori behavioral dan kognitif yang semuanya dapat dijadikan landasan atau titik tolak bagi konselor untuk melaksanakan bimbingan dan konseling. Banyak teori psikologi telah dijadikan sebagai pendekatan konseling dan banyak teori behavioral dijadikan sebagai  metode  pengubahan tingkah laku. Bimbingan efikasi diri, bimbingan percaya diri, bimbingan aktualisasi diri, bimbingan self-control semuanya berlandaskan psikologis.

5.  Landasan Sosial Budaya.
Landasan sosial budaya mengajarkan bahwa individu sebagai produk lingkungan sosial budaya, produk sebuah kelompok atau singkatnya adalah hasil dari proses sosialisasi (socialization) dan pembudayaan (enculturation). Dalil-dalil inilah  yang dijadikan bimbingan dan konseling untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis tingkah laku bermasalah sebagai hasil belajar dari orang lain (belajar terwakili), membentuk tingkah laku sosial, membimbing penyesuaian diri, dan pemahaman akan keberagaman tingkah antarindividu maupun antar kelompok, antar kelas sosial, antar etnik.

6. Landasan ilmu dan teknologi.
Ilmu pengetahuan mengajarkan cara kerja ilmiah yang pada intinya adalah penggabungan rasionalisme dan empirisme. Gabungan itu telah menghasilkan cara kerja penelitian yang biasanya diawali dari latar belakang, rumusan masalah, hipothesis, pengumpulan data, analisis data, hasil dan kesimpulan. Bimbingan dan konseling memanfaatkan cara kerja ilmiah tersebut baik dalam membangun ilmunya maupun dalam membimbing. Bimbingan menggunakan pendekatan atau metode yang sistematis, mengumpulkan data, memahami subjek dengan faktor-faktornya, memilih metode yang tepat, dan menilai hasilnya.

C.   Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling.

Ada beberapa penulis antara lain Miller, dkk (1978), Pietrofesa, dkk (1980), Shertzer & Stone (1981) telah mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan secara umum.

Berikut dipilih dan dipadukan prinsip-prinsip umum bimbingan sebagai berikut :

-    Bimbingan diberikan pada semua siswa.

Semua siswa hendaknya mengambil manfaat dari program bimbingan yakni membantu mereka untuk memperoleh informasi, merencanakan studi dan karier, dan memecahkan masalahnya. Pelayanan kelompok atau kelas merupakan bentuk bantuan yang ekonomis dan efektif bagi semua siswa tanpa ada pembedaan.

-    Bimbingan untuk siswa-siswa pada semua umur.

Anak pada umur tertentu cenderung untuk belajar pola-pola tingkah laku tertentu serta memperoleh pengetahuan tentang dirinya dan orang lain secara terus menerus sesuai perkembangan umurnya. Oleh karena itu bimbingan hendaknya memberikan bantuan pada anak di setiap umur perkembangan mulai dari masuk sekolah sampai dengan setelah tamat.

-   Bimbingan harus berkenaan dengan semua bidang pertumbuhan siswa.

Bimbingan harus berhubungan dengan pribadi secara keseluruhan dan diarahkan terhadap pertumbuhan fisik, mental, sosial, dan emosional, dan aspek-aspek lainnya.

Pada dasarnya manusia itu sifatnya holistik, tingkah laku dan pertumbuhan tidak dapat dipisahkan sehingga bimbingan berhubungan dengan semua aspek perkembangan diri. bimbingan mendorong penemuan diri dan pengembangan diri. Menurut Murphy seperti yang dikutip oleh Miller, dkk (1978) bimbingan yang baik tidak hanya memberikan nasehat sebab hal itu menyebabkan siswa menjadi bergantung, hanya berusaha menyesuaiakan diri, dan kurang menghargai martabat siswa. Karena itu bimbingan hendaknya mendorong siswa agar mereka sendirilah yang memahami dirinya, mengarahkan dirinya, dan mengembangkan dirinya.

D.  Arah Profesi Bimbingan dan Konseling.

Sebagai organisasi profesi, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) selalu berusaha mengatur, berbenah dan megembangkan profesi konselor dengan menerbitkan Standar kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang disahkan melalui surat keputusan Nomor 0011 tahun 2005 pada tanggal 25 Agustus 2005 dalam rapat Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling (PB-ABKIN) di Bandung.

Upaya pembenahan profesi konselor itu terus dilakukan karena landasan yuridis yang telah ada selama ini tidak secara eksplisit mengatur konteks tugas dan kompetensi konselor. Produk yuridis yang telah ada adalah Pasal 1 (6) UU No.  20/2003  tentang Sistem pendidikan nasional. Namun, dalam pasal 1 tersebut tidak disebutkan tentang spesifikasi konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Berikutnya adalah Pasal 28 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan juga tidak ditemukan standar kompetensi yang khas bagi konselor. Hal ini menimbulkan kesan bahwa konselor juga adakah pendidik yang diamanati menyampaikan materi kurikuluer yang dalam hal ini adalah materi pengembnagan diri. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tenang Standar Isi, ditemukan komponen pengembangan diri yang dinyatakan berada di luar kelompok pelajaran dan dikaitkan dengan konseling sehingga timbul kesan bahwa konselor juga menyampaikan materi kurikuler padahal secara hakiki konselor  tidak menggunakan materi pelajaran. Dengan kata lain, undang-undang dan peraturan pemerintah selama ini hanya berfokus pada guru tetapi tidak membahas spesifikasi dan konteks layanan, kompetensi dan kinerja konselor.

E.  Pelayanan Bimbingan dan Konseling sesuai dengan Kondisi dan Tuntutan Wilayah Kerja.

Setiap wilayah kerja biasanya memiliki kondisi dan tuntutan kerja tersendiri. Kondisi yang dimaksud adalah keadaan perkembangan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seperti pembawaan, lingkungan sosial budaya, lingkungan alam,  dan  kondisi sekolah itu sendiri. Sedangkan tuntutan kerja adalah tugas-tugas konselor untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan siswa dengan baik . Bapak dan ibu konselor yang bertugas di SMP tentu berada dalam kondisi dan tuntutan kerja yang berbeda dengan SMA dan berbeda pula dengan SMK. Di samping berdasarkan jenis dan tingkat sekolah, wilayah kerja termasuk domisili sekolah di suatu daerah dengan berbagai faktor alam dan budaya serta sumber daya manusia yang melingkupinya.


No comments:

Post a Comment