A.
PENGERTIAN PERNIKAHAN.
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah
terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab
Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan
oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.
Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang
dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan
mengharamkan zina.
B.
HUKUM PERNIKAHAN.
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah
adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan
tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa.
Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu
dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang
pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah
menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan
menikah tersebut.
a.
Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah.
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila
orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan
jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina
walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah
memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan
itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin
(kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa,
karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim).
b.
Pernikahan Yang Dihukumi Wajib.
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila
orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah
dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir
apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib
baginya untuk segera menikah
c.
Pernikahan Yang Dihukumi Makruh.
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila
orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal
jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak
d.
Pernikahan Yang Dihukumi Haram.
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila
orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah
satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun
menyakiti secara materiil.
C.
PEMINANGAN (KHITBAH).
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan
janji pihak laki-laki dan perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti
hari yang dipersetujui oleh kedua pihak.
Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang.
Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan.
Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan.
Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga.
Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang.
Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan.
Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan.
Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga.
Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah
mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:
"Abu Hurairah RA
berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah
dengan seorang perempuan : "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya
tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah). Pergilah untuk melihatnya supaya
pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan
Nasai).
Hadis Rasullullah
mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:
"Dari pada Ibnu Umar RA bahwa Rasullullah SAW
telah bersabda : "Kamu tidak boleh meminang tunangan saudara kamu sehingga
pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan
Muslim(Asy-Syaikhan).
D. SYARAT PERNIKAHAN.
1. Rukun
nikah.
· Pengantin laki-laki.
· Pengantin perempuan
· Wali
· Dua orang saksi laki-laki
· Mahar
· Ijab dan kabul (akad
nikah)
2. Syarat Calon Suami.
·
Islam.
·
Laki-laki
yang tertentu.
·
Bukan
lelaki muhrim dengan calon istri.
·
Mengetahui
wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut.
·
Bukan
dalam ihram haji atau umroh.
·
Dengan
kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
·
Tidak
mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu.
·
Mengetahui
bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri.
3.
Syarat Calon Istri.
·
Islam
·
Perempuan
yang tertentu
·
Bukan
perempuan muhrim dengan calon suami
·
Bukan
seorang banci
·
Bukan
dalam ihram haji atau umroh
·
Tidak
dalam iddah
·
Bukan
istri orang
4. Syarat Wali.
·
Islam,
bukan kafir dan murtad
·
Lelaki
dan bukannya perempuan
·
Telah
pubertas
·
Dengan
kerelaan sendiri dan bukan paksaan
·
Bukan
dalam ihram haji atau umroh
·
Tidak
fasik
·
Tidak
cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
·
Merdeka
·
Tidak
dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
Sebaiknya
calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali
terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang
mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti
ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.
5. Jenis-Jenis Wali.
- Wali mujbir : Wali dari bapaknya sendiri atau
kakek dari bapak yang mempunyai hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau
cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan
calon istri yang hendak dinikahkan).
- Wali aqrab : Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang
layak dan berhak menjadi wali.
- Wali ab’ad : Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak
menjadi wali, jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan
digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan
tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
- Wali raja/hakim : Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh
pemerintah atau pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah
dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.
6.
Syarat-Syarat Saksi.
- Sekurang-kurangya dua orang
- Islam
- Berakal
- Telah pubertas
- Laki-laki
- Memahami isi lafal ijab dan
qobul.
- Dapat mendengar, melihat dan
berbicara
- Adil (Tidak melakukan dosa-dosa
besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa dosa kecil).
- Merdeka.
7.
Syarat Ijab.
- Pernikahan nikah ini hendaklah
tepat
- Tidak boleh menggunakan perkataan
sindiran
- Diucapkan oleh wali atau wakilnya
- Tidak diikatkan dengan tempo
waktu seperti mutaah (nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri) yang
sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muata'ah)
- Tidak secara taklik (tidak ada
sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh
bacaan Ijab :
Wali/wakil
Wali berkata kepada calon suami :" Aku nikahkan Anda dengan Diana Binti Daniel
dengan mas kawin berupa seperangkat alat shalat dibayar tunai ".
8. Syarat Qobul.
- Ucapan mestilah sesuai dengan
ucapan ijab
- Tidak ada perkataan sindiran
- Dilafalkan oleh calon suami atau
wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
- Tidak diikatkan dengan tempo
waktu seperti mutaah (seperti nikah kontrak)
- Tidak secara taklik (tidak ada
sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
- Menyebut nama calon istri
- Tidak ditambahkan dengan
perkataan lain
Contoh
sebutan qabul (akan dilafazkan oleh bakal suami) : " Aku terima nikahnya dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkat alat shalat dibayar tunai " ATAU "Aku
terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".
Setelah
qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan
lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya
dengan perkataan itu.
Selanjutnya
Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal
dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para
hadirin. Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri
dan selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh
suami sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian
kebahagian suami istri. Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium
istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu". Ini karena
sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih
dahulu.
Suami
istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah
pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak
perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping
mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu
dibebankan atau dibuang.
E.
TUJUAN PERNIKAHAN.
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri
Manusia yang Asasi.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang
sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang
pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti
cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina,
lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh
Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq yang
Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan
dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari
perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia
yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga
Yang Islami.
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan
adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi
menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam
ayat berikut:
[Al Baqarah : 229]
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah
itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang
(harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum
Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada
Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk
mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal
shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang
Shalih.
Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk
memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani
Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
[An-Nahl : 72]
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau
isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari
pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada
yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]
F.
PEREMPUAN YANG HARAM DINIKAHI.
- Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi :
- Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi :
[An-Nisa : 23]
“Diharamkan kepada kamu menikahi ibumu, anakmu,
saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara perempuan
bagi saudara perempuan”.
- Ibu
- Nenek dari ibu maupun bapak
- Anak perempuan & keturunannya
- Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
- Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
- Anak perempuan kepada saudara
lelaki maupun perempuan, yaitu semua anak saudara perempuan.
- Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
a. Ibu susuan.
b. Nenek dari saudara ibu susuan
c. Saudara perempuan susuan
d. Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
e. Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan.
- Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
a. Ibu susuan.
b. Nenek dari saudara ibu susuan
c. Saudara perempuan susuan
d. Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
e. Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan.