Friday, April 26, 2019

Pernikahan atau Munahakat



A.    PENGERTIAN PERNIKAHAN.
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahanAllah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.


B.    HUKUM PERNIKAHAN.
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

a.   Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah.
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim).

b.   Pernikahan Yang Dihukumi Wajib.
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah

c.    Pernikahan Yang Dihukumi Makruh.
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak

d.   Pernikahan Yang Dihukumi Haram.
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

C.    PEMINANGAN (KHITBAH).
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak.
Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang.
Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan.
Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan.
Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. 
Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah dengan seorang perempuan : "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah). Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai).

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:

"Dari pada Ibnu Umar RA bahwa Rasullullah SAW telah bersabda : "Kamu tidak boleh meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan).


D.  SYARAT PERNIKAHAN.
    
1. Rukun nikah.
·      Pengantin laki-laki.
·      Pengantin perempuan
·      Wali
·      Dua orang saksi laki-laki
·      Mahar
·      Ijab dan kabul (akad nikah)

2. Syarat Calon Suami.
·         Islam.
·         Laki-laki yang tertentu.
·         Bukan lelaki muhrim dengan calon istri.
·         Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut.
·         Bukan dalam ihram haji atau umroh.
·         Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
·         Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu.
·         Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri.

          3.    Syarat Calon Istri.
·         Islam
·         Perempuan yang tertentu
·         Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
·         Bukan seorang banci
·         Bukan dalam ihram haji atau umroh
·         Tidak dalam iddah
·         Bukan istri orang

          4.    Syarat Wali.
·           Islam, bukan kafir dan murtad
·           Lelaki dan bukannya perempuan
·           Telah pubertas
·           Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
·           Bukan dalam ihram haji atau umroh
·           Tidak fasik
·           Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
·           Merdeka
·           Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.
   
     5.    Jenis-Jenis Wali.
-    Wali mujbir : Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapak yang mempunyai hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan).
-    Wali aqrab : Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali.
-    Wali ab’ad : Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
-    Wali raja/hakim : Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.

      6.    Syarat-Syarat Saksi.
-      Sekurang-kurangya dua orang
-      Islam
-      Berakal
-      Telah pubertas
-      Laki-laki
-      Memahami isi lafal ijab dan qobul.
-      Dapat mendengar, melihat dan berbicara
-      Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa dosa kecil).
-      Merdeka.

      7.    Syarat Ijab.
-      Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
-      Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
-      Diucapkan oleh wali atau wakilnya
-      Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah (nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muata'ah)
-      Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab :
Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami :" Aku nikahkan Anda dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkat alat shalat dibayar tunai ".
       
      8.    Syarat Qobul.
-      Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
-      Tidak ada perkataan sindiran
-      Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
-      Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah (seperti nikah kontrak)
-      Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
-      Menyebut nama calon istri
-      Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh bakal suami) : " Aku terima nikahnya dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkat alat shalat dibayar tunai ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".

Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin. Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri. Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu". Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

E.     TUJUAN PERNIKAHAN.

1.    Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2.    Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

3.    Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:

[Al Baqarah : 229]

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

4.    Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5.    Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih.
Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

[An-Nahl : 72]

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]


F.     PEREMPUAN YANG HARAM DINIKAHI.
-     Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi :


[An-Nisa : 23]


 “Diharamkan kepada kamu menikahi ibumu, anakmu, saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara perempuan bagi saudara perempuan”.

-      Ibu
-      Nenek dari ibu maupun bapak
-      Anak perempuan & keturunannya
-      Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
-     Anak perempuan kepada saudara lelaki maupun perempuan, yaitu semua anak saudara perempuan.
-      Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
    a.   Ibu susuan.
    b.   Nenek dari saudara ibu susuan
    c.    Saudara perempuan susuan
    d.   Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
    e.   Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan.












No comments:

Post a Comment